Menjaga Napas Bumi: Pelajaran Keberlanjutan dari Masyarakat Adat Indonesia

Sportstourismindonesia – Jakarta,  Desember 2024, Di tengah maraknya diskusi tentang perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam, masyarakat adat Indonesia justru membuktikan bahwa menjaga harmoni antara manusia dan alam adalah solusi keberlanjutan yang telah lama mereka praktikkan. Melalui ekspedisi Arah Singgah yang dilakukan oleh TelusuRI sepanjang 2023-2024, kita diajak menengok bagaimana masyarakat adat di berbagai pelosok nusantara tidak hanya menjaga hutan sebagai sumber kehidupan, tetapi juga sebagai warisan berharga untuk generasi mendatang.

Dalam perjalanan yang mencakup 10 kabupaten di 6 provinsi, tim TelusuRI—Mauren Fitri, Rifqy Faiza Rahman, dan Deta Widyananda—menemukan sebuah pola yang menakjubkan: meskipun hidup dalam keterbatasan, masyarakat adat mempraktikkan prinsip keberlanjutan yang justru menjadi pelajaran penting bagi dunia modern.

Hutan Sebagai Jantung Kehidupan

Bagi masyarakat Papua, seperti yang ditemukan di Sorong Selatan, hutan sagu adalah jantung kehidupan. Filosofi sederhana bahwa “hutan adalah ibu” tercermin dari cara mereka mengelola pohon sagu secara bijak. Setiap panen dilakukan secara kolektif, dengan memastikan tunas baru ditinggalkan untuk tumbuh kembali. Praktik ini memastikan bahwa keseimbangan ekosistem tetap terjaga tanpa mengorbankan kebutuhan mereka.

Cerita serupa datang dari Kalimantan Timur, tepatnya di Kampung Merabu yang dijaga oleh Suku Dayak Lebo. Mereka menolak transformasi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan memilih mempertahankan ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Dengan memanfaatkan madu, kayu obat, dan hasil buruan secara selektif, mereka tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi melalui ekowisata.

Ekowisata: Jalan Tengah Keberlanjutan

Ekowisata menjadi jalan tengah bagi masyarakat adat untuk melestarikan alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Di Kampung Malagufuk, Sorong, pengamatan burung cenderawasih menjadi daya tarik utama yang mendatangkan wisatawan. Sedangkan di Kampung Merabu, wisata sejarah seperti Goa Bloyot dan Danau Nyadeng tidak hanya mengundang pelancong, tetapi juga memberikan pendidikan tentang pentingnya menjaga warisan alam.

Pendapatan dari ekowisata ini digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak setempat, memastikan bahwa keberlanjutan bukan hanya diterapkan pada lingkungan, tetapi juga pada generasi penerus.

Kisah Restorasi dan Harapan

Namun, tidak semua cerita berawal dari harmoni. Di Riau, Samsul Bahri memulai perjalanan restorasi mangrove setelah desanya dilanda banjir rob. Dengan dedikasi tinggi, ia mengubah kawasan mangrove menjadi destinasi ekowisata yang kini memberikan perlindungan bagi masyarakat dari bencana alam sekaligus menambah pendapatan lokal.

Cerita lain datang dari Desa Brenggolo, Jawa Tengah, di mana masyarakat berhasil mengubah lahan gersang menjadi kebun kopi produktif. Upaya ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja tetapi juga memulihkan ekosistem yang sebelumnya rusak.

Pelajaran dari Masyarakat Adat

Masyarakat adat di Indonesia membuktikan bahwa keberlanjutan tidak memerlukan teknologi canggih atau modal besar. Sebaliknya, keberlanjutan adalah hasil dari kebijaksanaan lokal, rasa hormat terhadap alam, dan pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem, bukan penguasanya.

“Melalui perjalanan ini, kami belajar bahwa menjaga hutan bukan hanya soal konservasi, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih baik,” ujar Rifqy Faiza Rahman dari TelusuRI.

Cerita-cerita ini menjadi pengingat bahwa dalam upaya menghadapi krisis iklim, kita tidak harus mencari solusi di tempat yang jauh. Jawabannya telah ada di sekitar kita, dalam tradisi dan praktik masyarakat adat yang telah menjaga bumi jauh sebelum istilah “keberlanjutan” menjadi tren global.

Dari Papua hingga Jawa, mereka mengajarkan bahwa melindungi alam berarti menjaga napas bumi dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi semua.

**Benksu

2 thoughts on “Menjaga Napas Bumi: Pelajaran Keberlanjutan dari Masyarakat Adat Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

21 − nineteen =

Sports Tourism Indonesia